Demokrasi di Indonesia Berkembang Ataukah Terdegradasi
TernateNews: Demokrasi Indonesia, yang dulu dianggap sebagai model utama di Asia Tenggara, kini menghadapi tantangan serius yang mengancam kestabilannya.
Dalam beberapa tahun terakhir, banyak indikator menunjukkan bahwa fondasi demokrasi ini semakin rapuh, menyulut keprihatinan akan arah masa depan negara.
Salah satu bukti yang paling nyata adalah penurunan secara signifikan dalam penilaian demokrasi Indonesia dalam berbagai survei.
Misalnya, dalam Democracy Index 2022 yang dirilis oleh The Economist Intelligence Unit (EIU), Indonesia menempati peringkat 68 dari 167 negara, menandai penurunan dari peringkat 62 tahun sebelumnya.
Faktor-faktor yang menyebabkan penurunan ini termasuk partisipasi politik yang menurun, meningkatnya polarisasi, dan tindakan represif terhadap kritik.
Apa yang menjadi penyebab kemunduran demokrasi ini? Jawabannya bukanlah hal yang sederhana, melainkan merupakan hasil dari berbagai faktor yang kompleks dan saling terkait.
Salah satu faktor utama adalah melemahnya institusi-institusi demokrasi yang menjadi tulang punggung sistem ini, seperti partai politik, lembaga legislatif, dan media massa.
Banyak partai politik yang terjerat dalam kepentingan pragmatis dan oligarkis, melupakan peran mereka sebagai penghubung antara pemerintah dan rakyat.
Di samping itu, lembaga legislatif juga tidak luput dari kritik, dengan isu-isu korupsi dan inkonsistensi dalam pembuatan undang-undang.
Sekaligus, media massa juga menghadapi tekanan dari berbagai arah, baik itu dari pemerintah maupun kepentingan ekonomi, yang menyebabkan ruang publik untuk kritik dan diskusi mulai terbatas.
Polarisasi politik yang semakin membesar juga memainkan peran penting dalam meruntuhkan demokrasi.
Politik identitas dan retorika kebencian merajalela di media sosial, menciptakan divisi dan meningkatkan tingkat intoleransi di antara masyarakat.
Lebih buruk lagi, elit politik sering memanfaatkan politik identitas ini untuk kepentingan mereka sendiri dengan memperburuk situasi yang sudah rapuh.
Namun, yang lebih mengkhawatirkan adalah penindasan terhadap suara-suara kritis. Aktivis, akademisi, dan jurnalis yang mencoba mengungkap kebenaran seringkali dihadapi dengan intimidasi dan bahkan kriminalisasi.
Hal ini tidak hanya menciptakan atmosfer yang tidak sehat, tetapi juga menghambat perkembangan demokrasi yang sejati.
Meskipun demikian, di tengah-tengah semua kecemasan ini, masih ada harapan. Munculnya gerakan sipil dan aktivisme digital menunjukkan bahwa semangat demokrasi masih hidup di kalangan masyarakat.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk memperkuat demokrasi, mulai dari edukasi politik hingga pemantauan pemilihan umum.
Masa depan demokrasi Indonesia bergantung pada sejumlah faktor kunci, termasuk komitmen dari elit politik, partisipasi masyarakat, dan peran media massa.
Diperlukan upaya bersama untuk memperkuat fondasi demokrasi, melawan polarisasi, dan menciptakan ruang publik yang terbuka dan kritis.
Hanya dengan langkah-langkah ini, Indonesia bisa bergerak menuju masa depan yang lebih cerah dalam hal demokrasi dan kebebasan.
Artikel ini dutulis oleh:
- Zevyra Ainul Zahra (232030121)
- Alkanzu Dzakwan Dean (232030122)
- Muhammad Zayidan (232030140)