Dana Desa dan Pengendalian Inflasi di Malut

Dana Desa dan Pengendalian Inflasi di Malut
Abd Gafur (Kepala Seksi PPA II, PIC TPID Kanwil DJPb Provinsi Malut, Kementerian Keuangan)

Oleh: Abd Gafur (Kepala Seksi PPA II, PIC TPID Kanwil DJPb Provinsi Malut, Kementerian Keuangan).

TernateNews: Inflasi selalu menjadi momok bagi pengembangan ekonomi Maluku Utara, terutama karena tingkat ketergantungan yang sangat tinggi terhadap pasokan dari luar daerah. Dinas Ketahanan Pangan Maluku Utara mencatat, dari total kebutuhan konsumsi beras sebesar 107,69 ribu ton, hanya 14 persen yang dapat dipenuhi dari produksi lokal. Akibatnya ketika pasokan terganggu, harga-harga pun akan melambung, dan dampaknya langsung menyentuh daya beli masyarakat. Ini terlihat dalam tiga bulan terakhir, dimana inflasi Maluku Utara selalu berada diatas nasional dengan komoditas penyumbang terbesar adalah beras, cabai dan sigaret kretek mesin (SKM).

Secara sederhana, inflasi muncul dari ketidakseimbangan antara pasokan dan permintaan. Ketika permintaan meningkat, namun pasokan tidak mencukupi, maka harga barang akan cenderung naik, begitupula sebaliknya. Diskursus seputar pengendalian inflasi di Maluku Utara selama ini lebih banyak berfokus pada solusi yang bersifat jangka pendek dengan memperlancar distribusi dan melakukan intervensi harga. Sekilas tampak membantu, tetapi kebijakan ini tidak sustainable.

Oleh karena itu, upaya memperkuat produksi lokal menjadi sangat penting, terutama di sektor pertanian, peternakan dan perikanan. Peningkatan produksi lokal bukan hanya langkah pengendalian inflasi, tetapi juga untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Namun semua ini tentu memerlukan dukungan dana yang memadai. Disinilah peran Dana Desa menjadi sangat penting.

Dana Desa dan Ketahanan Pangan

Sebagai salah satu sumber pendanaan, Dana Desa memiliki potensi besar memperkuat ketahanan pangan di tingkat desa. Beleid terbaru yang mengharuskan untuk mengalokasikan minimal 20 persen Dana Desa untuk mendukung program ketahanan pangan merupakan langkah strategis. Kanwil DJPb Provinsi Maluku Utara mencatat dari Rp856,66 miliar alokasi Dana Desa di Maluku Utara, Rp181,18 diantaranya telah di lakukan earmark khusus untuk mendukung ketahanan pangan. Meskipun secara kinerja, tingkat penyerapan sampai dengan akhir triwulan III 2024 baru mencapai Rp74,88 miliar atau 41,33 persen dari pagu earmark.

Program ketahanan pangan dari Dana Desa merupakan salah satu bentuk mitigasi dampak inflasi daerah pada tingkat desa yang fokus agar warga desa tetap memiliki kemampuan untuk membeli kebutuhan pokok melalui kegiatan-kegiatan yang bersifat swakelola yang memberikan ruang bagi warga desa untuk lebih mandiri. Beragam output telah dihasilkan melalui program ini, antara lain sejumlah alat produksi dan pengolahan pertanian yang diserahkan ke masyarakat untuk membantu meningkatkan produktivitas lahan dan hasil panen.

Beberapa desa juga telah membangun lumbung desa yang memungkinkan para petani menyimpan hasil panen mereka dengan lebih baik, sehingga tidak perlu menjualnya segera saat harga rendah. Di bidang infrastruktur, proyek jalan usaha tani yang dibangun akan mempermudah akses distribusi hasil pertanian ke pasar, sehingga rantai distribusi komoditas pangan menjadi lebih efisien.

Kolaborasi dan Tantangan Silo Organisasi

Salah satu tantangan terbesar dalam memperkuat ketahanan pangan dan menekan laju inflasi di Maluku Utara adalah kolaborasi lintas sektor. Seringkali silo-silo organisasi, baik pusat, daerah hingga desa menghambat sinergi. Ketika masing-masing instansi bergerak sendiri-sendiri, tanpa rencana aksi yang terintegrasi, maka program-program yang seharusnya saling melengkapi menjadi terabaikan. Tanpa kolaborasi yang solid, Dana Desa dan sejumlah instrumen pendanaan lainnya tidak akan memiliki dampak strategis untuk mendukung pengendalian inflasi.

Dalam konteks ini, Tim Pengendalian Inflasi Daerah (TPID) perlu berperan sebagai fasilitator yang menghubungkan seluruh stakeholder. Penyusunan road map yang mengintegrasikan program-program pengendalian inflasi dengan program-program Dana Desa dan instrumen fiskal pemerintah lainnya sangat diperlukan. TPID perlu melakukan pertemuan yang lebih rutin untuk memastikan bahwa semua pihak bergerak dalam satu irama untuk memperkuat ketahanan pangan dan pengendalian inflasi, termasuk melibatkan Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMD) selaku pembina dan pengawas Dana Desa.

Pemanfaatan Dana Desa yang terarah dan dengan dukungan TPID akan memperkuat fondasi ekonomi dalam jangka panjang. Desa-desa di Maluku Utara mampu menjadi lebih tangguh, siap menghadapi gejolak harga, dan perlahan mengurangi ketergantungan pada pasokan luar. Inilah yang diharapkan mampu menahan laju inflasi, sekaligus mengangkat kesejahteraan masyarakat. Tentu saja kolaborasi menjadi kunci. Tanpa itu, upaya pengendalian inflasi akan kehilangan arah. Melalui kolaborasi yang solid, Maluku Utara akan mampu membangun ketahanan pangan yang lebih kokoh, menjaga stabilitas harga, dan pada akhirnya mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Semoga.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *